DO TO SO WO LO= DATA DAN SAWALA= DATA DAN SAWALA
PO DHO JO YO NYO=PODO JOYO NE=SAMA SAMA JAYA
MO NGO BO THO NGO=MANGGO BATANG IPON
kirang
lakung ipon cerito wayang dato kalian sawolo engkang podo podo sekti
trus podo kerengan trus podo sedo sedanten,,,, mungkin poro sesepoh
onten engkang bade njelaske luweh rinci...
(Informasi ini saya tambahkan untuk mengajak teman-teman yang tidak tahu huruf Jawa untuk tidak takut membaca )
Setelah
mengetahui sedikit tentang sejarah huruf Jawa maka mari kita sedikit
mengupas beberapa makna filosofis dari huruf Jawa tersebut. Ada begitu
banyak makna secara filosofis dari huruf Jawa tersebut dan makna
filososfis tsb bersifat cukup general alias tidak hanya untuk orang Jawa
saja lho. Ada beberapa versi makna huruf Jawa tersebut, beberapa di
antaranya adalah yang dikatakan Pakdhé Wikipedia di sini dan di sana,
berhubung Pakdhé Wikipedia sudah bercerita dengan cukup jelas maka saya
tidak akan menulis ulang pitutur Pakdhé tersebut.
Sekarang saya akan
sedikit mengupas “tafsir” versi lain dari huruf Jawa tersebut. Ki Hadjar
Dewantara tidak hanya mencetuskan konsep petuah tentang kepemimpinan
yang sangat terkenal, beliau juga berhasil memberi penafsiran mengenai
ajaran budi pekerti serta filosofi kehidupan yang sangat tinggi dan
luhur yang terkandung dalam huruf Jawa .
Adapun makna yang dimaksud adalah sebagai berikut:
(1) HA NA CA RA KA:
Ha: Hurip = hidup
Na: Legeno = telanjang
Ca: Cipta = pemikiran, ide ataupun kreatifitas
Ra: Rasa = perasaan, qalbu, suara hati atau hati nurani
Ka: Karya = bekerja atau pekerjaan.
(2) DA TA SA WA LA
DA TA SA WA LA (versi pertama):
Da: Dodo = dada
Sa: Saka = tiang penyangga
Wa: Weruh = melihat
La: lakuning Urip = (makna) kehidupan.
DA TA SA WA LA (versi kedua):
Da-Ta (digabung): dzat = dzat
Sa: Satunggal = satu, Esa
Wa: Wigati = baik
La: Ala = buruk
(3) PA DHA JA YA NYA:
PA DHA JA YA NYA =Sama kuatnya (tidak diartikan per huruf).
(4) MA GA BA THA NGA :
Ma: Sukma = sukma, ruh, nyawa
Ba-Tha: bathang = mayat
Nga: Lungo = pergi
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
Tetapi
selanjutnya dengan sedikit ngawur saya pribadi akan berusaha menyelami
dan menjabarkan tafsir huruf Jawa versi Ki Hadjar tersebut sesuai dengan
kemampuan saya. Kalau banyak kesalahan ya mohon dimaklumi karena saya
bukanlah seorang filusuf, saya hanya ingin mengenal lebih jauh huruf
Jawa (walaupun secara ngawur dengan cara sendiri).
(1) HA NA CA RA KA:
Ha: Hurip = hidup
Na: Legeno = telanjang
Ca: Cipta = pemikiran, ide ataupun kreatifitas
Ra: Rasa = perasaan, qalbu, suara hati atau hati nurani
Ka: Karya = bekerja atau pekerjaan.
Dari arti secara harfiah tsb, saya berusaha menjabarkannya menjadi dua versi:
**) Ketelanjangan=kejujuran
Bukankah
secara fisik manusia lahir dalam keadaan telanjang? Tapi sebenarnya
ketelanjangan itu tidak hanya sekedar fisik saja. Bayi yang baru lahir
juga memiliki jiwa yang “telanjang”, masih suci…polos lepas dari segala
dosa. Seorang bayi juga “telanjang” karena dia masih jujur…lepas dari
perbuatan bohong (kecuali bayi aneh
). Sedangkan CA-RA-KA mempunyai makna cipta-rasa-karya . Sehingga HA
NA CA RA KA akan memiliki makna dalam mewujudkan dan mengembangkan
cipta, rasa dan karya kita harus tetap menjunjung tinggi kejujuran.
Marilah kita “telanjang” dalam bercipta, berrasa dan berkarya.
**)) Pengembangan potensi
Jadi
HA NA CA RA KA bisa ditafsirkan bahwa manusia “dihidupkan” atau
dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan “telanjang”. Telanjang di sini
dalam artian tidak mempunyai apa-apa selain potensi. Oleh karena itulah
manusia harus dapat mengembangkan potensi bawaan tersebut dengan
cipta-rasa-karsa. Cipta-rasa-karsa merupakan suatu konsep segitiga
(segitiga merupakan bentuk paling kuat dan seimbang) antara otak yang
mengkreasi cipta, hati/kalbu yang melakukan fungsi kontrol atau
pengawasan dan filter (dalam bentuk rasa) atas segala ide-pemikiran dan
kreatifitas yang dicetuskan otak, serta terakhir adalah raga/tubuh/badan
yang bertindak sebagai pelaksana semua kreatifitas tersebut (setelah
dinyatakan lulus sensor oleh rasa sebagai badan sensor manusia).
Secara
ideal memang semua perbuatan (karya) yang dilakukan oleh manusia tidak
hanya semata hasil kerja otak tetapi juga “kelayakannya” sudah diuji
oleh rasa. Rasa idealnya hanya meloloskan ide-kreatifitas yang sesuai
dengan norma. Norma di sini memiliki arti yang cukup luas, yaitu
meliputi norma internal (perasaan manusia itu sendiri atau istilah
kerennya kata hati atau suara hati) atau bisa juga merupakan norma
eksternal (dari Tuhan yang berupa agama dan aturannya atau juga norma
dari masyarakat yang berupa aturan hukum dll).
(2) DA TA SA WA LA: (versi pertama)
Da: Dodo = dada
Ta: Toto = atur
Sa: Saka = tiang penyangga
Wa: Weruh = melihat
La: lakuning Urip = (makna) kehidupan.
DA
TA SA WA LA berarti dadane ditoto men iso ngadeg jejeg (koyo soko) lan
iso weruh (mangerteni) lakuning urip. Dengarkanlah suara hati (nurani)
yang ada di dalam dada, agar kamu bisa berdiri tegak seperti halnya
tiang penyangga dan kamu juga akan mengerti makna kehidupan yang
sebenarnya.
Kata “atur” bisa berarti manage dan juga evaluate
sedangkan dada sebenarnya melambangkan hati (yang terkandung di dalam
dada). Jadi dadanya diatur mengandung arti bahwa kita harus senantiasa
me-manage (menjaga-mengatur) hati kita untuk melakukan suatu langkah
evaluatif dalam menjalani kehidupan supaya kita dapat senantiasa berdiri
tegak dan tegar dalam memandang dan memaknai kehidupan. Kita harus
senantiasa memiliki motivasi dan optimisme dalam berusaha tanpa
melupakan kodrat kita sebagai makhluk Alloh yang dalam konsep Islam
dikenal dengan ikhtiar-tawakal, ikhtiar adalah berusaha semaksimal
mungkin sedangkan tawakal adalah memasrahkan segala hasil usaha tersebut
kepada Alloh.
DA TA SA WA LA: (versi kedua)
Da-Ta (digabung): dzat = dzat
Sa: Satunggal = satu, Esa
Wa: Wigati = baik
La: Ala = buruk
DA
TA SA WA LA bisa ditafsirkan bahwa hanya Dzat Yang Esa-lah (yaitu
Tuhan) yang benar-benar mengerti akan baik dan buruk. Secara kasar dan
ngawur saya mencoba menganggap bahwa kata “baik” di sini ekuivalen
dengan kata “benar” sedangkan kata “buruk” ekuivalen dengan “salah”.
Jadi alangkah baiknya kalau kita tidak dengan semena-mena menyalahkan
orang (kelompok) lain dan menganggap bahwa kita (kelompok kita) sebagai
pihak yang paling benar.
(3) PA DHA JA YA NYA:
PA DHA JA YA NYA = sama kuat
Pada
dasarnya/awalnya semua manusia mempunyai dua potensi yang sama (kuat),
yaitu potensi untuk melakukan kebaikan dan potensi untuk melakukan
keburukan. Mungkin memang benar ungkapan bahwa manusia itu bisa menjadi
sebaik malaikat tetapi bisa juga buruk seperti setan dan juga binatang.
Mengingat adanya dua potensi yang sama kuat tersebut maka selanjutnya
tugas manusialah untuk memilih potensi mana yang akan dikembangkan.
Sangat manusiawi dan lumrah jika manusia melakukan kesalahan, tetapi
apakah dia akan terus memelihara dan mengembangkan kesalahannya
tersebut? Potensi keburukan dalam diri manusia adalah hawa nafsu,
sehingga tidak salah ketika Nabi Muhammad SAW menyatakan bahwa musuh
terbesar kita adalah hawa nafsu yang bersemayam dalam diri kita
masing-masing.
(4) MA GA BA THA NGA:
Ma: Sukma = sukma, ruh, nyawa
Ga: Raga = badan, jasmani
Ba-Tha: bathang = mayat
Nga: Lungo = pergi
Secara
singkat MA GA BA THA NGA saya artikan bahwa pada akhirnya manusia akan
menjadi mayat ketika sukma atau ruh kita meninggalkan raga/jasmani kita.
Sesungguhnya kita tidak akan hidup selamanya dan pada akhirnya akan
kembali juga kepada Alloh. Oleh karena itu kita harus senantiasa
mempersiapkan bekal untuk menghadap Alloh.
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
Demikian
cerita ngawur saya tentang makna huruf Jawa, jika ada kesalahan dan
ketidaktepatan mohon dimaklumi karena saya bukan filusuf dan kebetulan
saat ini kepala sedang dipenuhi berbagai macam tugas.
*Sekedar alasan atas ketidakmampuan diri hehehe *
Semua
hal yang saya diceritakan di atas merupakan keadaan yang ideal dan
seharusnya, tetapi jika kenyatannya berkata lain maka itulah ANOMALI
DALAM KEHIDUPAN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar